Infobandungnews.com – Mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dipanggil Presiden RI Prabowo Subianto ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (3/11), di tengah mencuatnya isu terkait utang proyek kereta cepat Whoosh.
Jonan tiba di kompleks istana sekitar pukul 15.34 WIB. Ia tampak mengenakan setelan jas lengkap sambil membawa tas kerja.
Mantan Direktur Utama PT KAI periode 2009–2014 itu mengaku belum mengetahui agenda pembicaraan dengan Presiden Prabowo. Ia menegaskan kehadirannya semata-mata untuk memenuhi undangan dari Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya.
“Saya tidak tahu, saya hanya diundang oleh Pak Seskab,” ujar Jonan di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Jonan menambahkan, undangan tersebut hanya untuk berbincang santai, tanpa agenda khusus.
“Tidak ada materi yang disiapkan, saya juga tidak tahu,” tuturnya.
Sebelum Jonan tiba, Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) lebih dulu datang ke Istana. Ia menyampaikan bahwa pertemuan dengan Presiden akan membahas sejumlah isu strategis, termasuk persoalan utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
“Kami akan melaporkan sekaligus meminta arahan dari Bapak Presiden terkait banyak hal, termasuk mengenai proyek kereta cepat,” kata AHY.
Jonan sendiri menjabat sebagai Menteri Perhubungan pada periode 2014–2016 di era Presiden Joko Widodo. Ia kemudian digantikan oleh Budi Karya Sumadi pada Juli 2016.
Saat menjabat, Jonan dikenal cukup tegas dalam menyikapi proyek kereta cepat Whoosh. Ia menekankan pentingnya aspek keselamatan sebagai syarat mutlak sebelum proyek dijalankan.
“Keselamatan itu tidak bisa ditawar. Standarnya harus tunggal, bukan soal biaya, tetapi soal nyawa,” tegas Jonan di Istana Kepresidenan pada September 2015.
Jonan menolak menilai proyek hanya dari besaran investasi yang ditawarkan oleh Jepang maupun China. Ia menyebut, perbedaan nilai proyek tidak sebanding jika menyangkut keselamatan penumpang.
“Apakah kita mau ambil risiko hanya karena tawarannya lebih murah? Ini soal keselamatan, bukan soal harga,” ujarnya.
Kala itu, Jepang dan China bersaing ketat untuk mendapatkan proyek kereta cepat dengan proposal dan nilai investasi berbeda. Jepang mengajukan penawaran senilai US$6,2 miliar dengan target kecepatan 320 km/jam dan waktu pembangunan lima tahun (2016–2021).
Sementara China mengajukan proposal senilai US$5,5 miliar dengan janji kereta berkecepatan 350 km/jam yang dapat selesai dalam dua tahun (2016–2018).
Setelah China terpilih dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi terbentuk, Jonan menetapkan sembilan syarat dalam perjanjian konsesi proyek tersebut.
Salah satu poin penting adalah larangan penggunaan dana APBN serta tidak adanya jaminan pemerintah terhadap potensi kegagalan proyek oleh KCIC. Jika sembilan ketentuan itu tidak dipenuhi, proyek tidak diizinkan untuk berlanjut.









