Infobandungnews – Urusan kebudayaan dalam struktur kementerian kemungkinan bisa berubah. Hal itu sejalan dengan rencana pembahasan rancangan undang-undang (RUU) kepariwisataan.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi dalam BISA Fest di Bandung (9/6/2023). “Ada banyak alasan kenapa urusan kebudayaan harus ditarik ke Kementerian Pariwisata,” jelas Dede Yusuf.
Saat ini, kebudayaan bersatu dengan urusan pendidikan. Nomenklaturnya jadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek.
“Di dalamnya ada pendidikan tinggi juga. Terlalu luas kalau di Kemendikbud. Urusan kebudayaan kurang terangkat,” jelasnya.
Menurut doktor Administrasi Publik jebolan Unpad ini, masalah kebudayaan terbagi dua. Satu hal terkait pelestarian, satunya lagi urusan pemajuan. “Pelestarian jadi tugasnya Kemendikbud, sementara pemajuan ada di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” kata Dede.
Lewat RUU Kepariwisataan yang segera dibahas DPR, papar politikus Partai Demokrat ini, urusan kebudayaan akan ditarik ke Kemenparekraf. Kelak namanya bisa jadi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar).
“Urusan budaya harusnya jadi kluster kedua setelah urusan wajib bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Selama ini pembiayaan di APBN dan APBD masalah kebudayaan jadi urusan pilihan,” jelas Dede.
Anggaran Kemendikbud mencapai hampir Rp 500 triliun. Sementara Kemenparekraf sekitar Rp 4 triliun. Jika kebudayaan ditarik ke Budpar, anggaran bisa Rp 7-10 triliun.
Masalah pelestarian dan pemajuan harus satu kesatuan,” tandasnya. Kemudian, kebijakan anggaran akan lebih fokus. Dan masalah kebudayaan tidak lagi program pilihan.
Saat 2008-2013 jadi wakil gubernur Jabar, Dede mengaku menaikkan anggaran kebudayaan dan pariwisata jadi salah satu urusan wajib. Dari 10 urusan, bidang kebudayaan dan pariwisata ada urutan tujuh.
“Ibaratnya kita mau nangkap ikan kakap atau tuna tapi umpannya ikan pepetek. Hal tidak logis. Itulah yang terjadi saat ini dalam kebijakan anggaran bidang budaya dan pariwisata,” ungkap Dede.
Dengan RUU Kepariwisataan, kebijakan anggaran akan ada pemihakan. Lalu, urusan pelestarian dan pemajuan satu napas. Kepariwisataan dan kebudayaan juga satu kesatuan.
“Pariwisata tanpa budaya ibarat sayur tanpa garam. Atau makan nasi tanpa lauk pauk, pasti hambar dan tidak semangat,” kilah wakil rakyat dari dapil Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat ini.
Dede kemudian memberi contoh BISA Fest yang digelar di Bandung. Selama dua hari, acara Kemenparekraf itu diisi dengan seni budaya tradisi. Yakni seni tari calung dan seni beluk.
Dalam acara tersebut hadir Titik Wahyuni, analis ahli madya dari Kemenparekraf. Lalu, Cuncun A Handayan, kepala bidang Disbudpar Kabupaten Bandung Berikutnya Dr M Hailuki (tenaga ahli Komisi X DPR) dan Saeful Bachri, ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Bandung.